Cerpen Bahasa Indonesia tema kehidupan
This is my first story, perhaps. Fiction, not real, ok! Short story/cerpen/cerita pendek tentang kehidupan, perjuangan, bully, n all things around that lebih dari 1000 words. Don't judge, keep calm n stay reading!
BE STRONG
Malam hari. Aku terduduk diatas tebing.
Beratapkan langit gelap tanpa awan. Menatap bintang-bintang yang bersinar
terang. Bisakah aku bersinar seperti
bintang? Ucapku dalam hati. Aku menunduk, melihat keindahan kota dibawahku.
Aku terisak dalam diam. Telah ribuan kali kuhapus air mata ini. Namun nihil,
tetap saja datang. Kepalaku pening memikirkan banyak kejadian. Dan lama-lama
pandanganku menggelap.
“Ivy!”
Aku mendegar seseorang meneriakkan namaku
sayup-sayup. Entah kenapa aku tak bisa melihat apapun, aku tak bisa mendengar
apapun lagi. Semuanya gelap.
***
“Ivy! Ivy! Bangun!” aku merasakan ada yang
mengguncang badanku. Ketika aku membuka mata. Silau! Aku mengerjapkan mata,
menyesuaikan cahaya di tenda.
“Vy ayo minum dulu!” titah Bryn, lalu
mendudukanku.
“Bryn, tadi aku kenapa?”
“Semalam kamu pingsan dipinggir tebing, Vy.”
Bang Eril ikut menyahut. Aku ingat! Terakhir kali itu aku duduk di pinggir
tebing sambil menangis.
“Semalam? Sekarang jam berapa bang?”
“Jam 5 pagi Vy.” Astaga! Berarti aku pingsan 6
jam. Semalam, terakhir aku melihat jam pukul 23.00, sebelum semuanya gelap.
Aku bangkit dari sleeping bed warna maroon
milik Bryn. Aku merapikan barang-barangku, ini hari terakhir aku, Bryn, dan
Bang Eril dipuncak Gunung Sigra, salah satu gunung di Kota Biru. Setelah 2 hari
berada dipuncaknya. Jam 6.30 kita akan turun. Berarti masih ada 1,5 jam lagi
untuk bersiap-siap.
“Ting!” ponselku bunyi, ada pesan masuk dari
sahabatku Lily. Walaupun dipuncak gunung, disini tetap ada sinyal. Karena
dikota ini sangat maju, dimana-mana ada akses internet.
Lily
Vy, kapan masuk sekolah?
Mungkin besok
Ok, eh lu dicariin sama anak beling
Biarin
Oh yaudah. Hati-hati ya!
Huft! Pasti nanti pas masuk sekolah, aku jadi
sasaran bully anak beling lagi. Padahal baru beberapa hari aku gak masuk
sekolah buat nenangin diri.
***
Aku Ivyana Fathya, panggil aja Ivy. Aku yatim
piatu, mama papaku sudah meninggal karena kecelakaan 2 tahun lalu. Aku sekarang
tinggal sama Om Tori, Tante Sila, Bryn, dan Aeril Fathya alias Bang Eril. Bryn
itu anak Om Tori dan Tante Sila, Bryn satu kampus sama Bang Eril. Aku sekolah
di SMA Biru Bangsa, sekolah paling favorit di Kota Biru. Tapi nasib berkata
lain, aku malah jadi bulan-bulanan bully anak geng beling, geng anak paling
cantik dan famous seantero sekolah, karena aku itu kucel dan kumel kalau
sekolah. Guru semua sudah angkat tangan sama kelakuan mereka yang sering bully
murid lain, kecuali Pak Gun, guru BK sekaligus Kepala SMA Biru Bangsa. Tidak
ada yang bisa melawan Pak Gun, termasuk geng beling. Tapi sebenernya, aku cuman
gitu kalau ke sekolah. Tidak ada yang tau di sekolah kalau aku itu anak dari
almarhum pemilik perusahaan terbesar di Kota Biru, yang sekarang dibawah kendali
Om Tori, kecuali Lily. Dia tau semua tentang aku, dia sahabat terbaik dari TK
sampai sekarang.
“Ayo makan Ivy! Bryn!” aduh Bang Eril udah
manggil.
“Iya!” teriakku berbarengan dengan Bryn. Lalu
kami makan bersama diselingi cadaan ringan dan menikmati udara pagi di puncak
gunung.
***
“Sunrisenya bagus banget!”
“Iya bang!”
“Berhenti dulu Aeril! Gue mau foto dulu”
“Oke!”
Matahari mulai menunjukkan dirinya di ufuk
timur, cahayanya menerpa wajahku dengan lembut. Sunrisenya keren tak terkira.
Aku dan Bang Eril menunggu Bryn foto-foto yang lamanya seperti mengelilingi
Bikini Bottom, eh.
“Bryn! Ayo buruan atau gue sama Ivy duluan!”
“Eh iya iya.”
Akhirnya kita melanjutkan perlanan lagi. Aku
tidak sabar ingin makan masakannya Tante Sila, yang enaknya tidak ada duanya. Hhmm, gimana ya kabarnya si curut Shasha,
si ketua geng beling? Aku bergumam dalam hati. Selama perjalan turun yang
tidak terlalu sulit ini, aku selalu memikirkan banyak hal yang akan terjadi
disekolah. Apakah aku akan dibully lagi?
Apakah Shasha akan dapat hukuman? Aku tidak boleh lemah lagi, aku harus kuat
kalau dibully sama mereka!
***
“Halo anak-anakku!!” teriak Tante Sila dari
arah dapur.
“Hhhmm... wangi banget masakannya tante”
“Iya dong, ayo makan sudah tante siapkan
makanan kesukaan kalian!”
“Aye-aye!”
Kita sampai dirumah pukul 9.15 pagi. Dan
langsung disambut makanan yang bikin lapar, padahal kan tadi pagi aku baru
makan, laper lagi deh.
“Vy gimana perjalanannya?” tanya Tante Sila.
“Eh?”
“Ivy semalem
pingsan dipinggir tebing, ma.” Aduh
kenapa sih Bryn bilang segala, aku sambelin juga mulutnya.
“Astaga! Kok bisa? Pasti Ivy mikirin semua
kejadian disekolah ya sayang?” tanya Tante Sila sambil mengelus rambutku. Aku
menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Tante Sila mirip banget dengan mama.
“Ivy, besok kan kamu masuk sekolah, kamu mau
kan berubah nak? Biar mereka tidak bully kamu lagi. Jangan terus larut dalam
kesedihan, kamu harus kuat nak!”
“Tapi tan-“
“Ikut kata-kata tante Vy, pokoknya kamu besok
harus pakai seragam yang bersih dan rapi, oke?”
“Baiklah tante.”
***
Keesokan
harinya pukul 7.15 – SMA Biru Bangsa
“Eh lu Ivy?” tanya si Shasha yang diikut oleh
antek-anteknya.
“Iya.”
“Hahahaha, ga usah sok berubah deh lu!” Teriak
Shasha sambil menjambak rambutku lalu mendorongku hingga jatuh tersungkur di
lantai lorong sekolah.
“Aw! Sakit ya?” ucap Shiela, anak buah Shasha.
Sambil tersenyum mengejek.
“Lu tuh ga usah sok kaya! Sok pake baju bagus,
rapi, biasanya aja buluk!” Teriak Shasha ditelingaku. Sambil menarik seragamku.
“Hahahaha” mereka tertawa. Dalam hatiku, aku
sudah menangis. Berdoa agar ada pertolongan. Lily menatapku nanar, dia tidak
bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya ditahan oleh anak buah Shasha.
Shasha hendak melemparkan air kotor ke
tubuhku.
“Stop Shasha! Ikut keruangan saya sekarang!”
Teriak Pak Gun, disampingnya ada sosok orang yang familiar, Papanya Shasha.
“Kok ada papa juga? Pak-“
“SEKARANG!” Shasha ditarik oleh papanya ke ruangan
Pak Gun. Aku langsung menangis dan lari ke toilet. Aku menangis didepan cermin,
andai saja papa mama masih ada. Lalu
kurapikan rambut dan seragam, kubasuh mukaku dengan air agar tak tampak seperti
menangis. Kubersihkan semua kotoran yang menempel di seragam. Seketika bayangan
wajah mama melintas dihadapanku. Kuat
nak! Ivy gak boleh lemah! Itu kata-kata mama sebelum mama pergi setelah
kecelakaan 2 tahun lalu. Aku langsung tersenyum, melupakan kejadian tadi.
Ketika aku keluar dari toilet. Aku melihat
seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik berlari ke arahku, lalu
memelukku. Tapi aku tak mengenalnya.
“ Terimakasih nak Ivy, saya mamanya Shasha.
Tanpa kamu Shasha tidak akan sadar akan perbuatan buruknya yang terus menindas
orang lain. Tante juga minta maaf atas semua perilaku Shasha ke kamu.”
“Iya tante. Tapi ada apa ya?”
“Shasha sedang dapat hukuman setimpal dari
papanya sekarang.”
Boyolali,
9 April 2019
Dian K Putri
Komentar
Posting Komentar